Fragmen Ramadhan-Serpihan Kisah di Bulan Suci (Part I)

(18/06/2013) Pagi itu saya merengut, cemberut tak karuan lantas ngedumel mendengar nasehat mamah, dengan lagak sok pintar saya mengabaikan kata-kata yang terlontar dari mulut mamah “Apa sih mamah kayak yang tahu aja masalah aku” begitu suara saya samar-samar, lalu saya berangkat menuju masjid salman ITB. Saya harus menghadiri briefing untuk mengajar pesantren kilat di SMPN 07 Bandung. Selama perjalanan, hati saya tidak karuan dan tidak tenang. Sambil mengusir kebosanan saya buka-buka kembali modul mengajar yang telah diberikan, halaman demi halaman saya baca kembali dan akhirnya sampailah pada materi yang membahas tentang berbakti kepada orangtua

DURHAKA PADA ORANGTUA= MENGUNDANG KEGAGALAN

Jika kita durhaka pada orangtua, maka Allah akan murka. Hukumannya akan diberikan langsung di dunia ini. Demikianlah yang disampaikan oleh Nabi kita Muhammad SAW.

Setiap dosa akan Allah tangguhkan hukumannya sesuai dengan kehendak-Nya, kecuali dosa karena durhaka kepada orangtua. Sesungguhnya Allah akan menyegerakan hukuman perbuatan itu kepada pelakunya di dunia ini sebelum ia meninggal.”

Hukuman yang diberikan Allah antara lain adalah dengan kegagalan dalam hidup ini. Berapa banyak orang yang sengsara hidupnya, setelah diselidiki masa lalunya, ternyata dulunya dia adalah anak yang durhaka pada orang tuanya.

Termasuk durhaka yang tidak kita sadari adalah ketika kita melaknat orang tua kita. Perbuatan durhaka lainnya antara lain : membuat sedih orang tua atau menyakiti mereka atau membuat mereka marah, membentak orangtua, bermuka masam atau cemberut di hadapan mereka, suka menyuruh orang tua melayani kita, menceritakan kejelekan orangtua, menajamkan mata kepada orang tua ketika kita kesal, dan seterusnya.

Maka mulai sekarang muliakan orangtua. Cara memuliakan orangtua adalah dengan menyenangkan hati mereka, patuh pada perintahnya, tidak membantah ketika dinasehati, berkata dengan cara yang lembut, dan selalu taat pada pertintah mereka selama tidak bermaksiat pada Allah SWT.

Setelah membaca potongan modul tersebut tubuh saya berguncang hebat, lantas air mata saya mengalir deras, sempat malu karena ditatap orang-orang satu angkot, hal yang terpenting adalah ketika menangis, sedikit demi sedikit saya mulai bermuhasabah, lalu menyadari mengapa hati ini tidak karuan. Saya meninggalkan rumah dalam keadaan durhaka kepada mamah, padahal saat itu saya harus menyampaikan materi tentang berbakti kepada orang tua! Aduhai wahai diri, bercerminlah, sudah pantaskah dirimu menyampaikan hal tersebut padahal dirimu sendiri belum bisa melaksanakannya, bukankah Tuhanmu sangat membenci saat kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Dengan sangat menyesal, segera saya mengirimkan pesan singkat kepada mamah untuk meminta maaf. Begitu luasnya hati mamah ketika membalas sms saya

Iya teteh, hati-hati ya. Nanti kalau ngajar, niatkan karena Allah. Sampaikanlah dengan tulus supaya anak-anak menjadi sholeh dan sholehah”

Ya Rabb, beruntung saya berada dijalan dakwah sehingga selalu teringatkan kembali saat berbuat salah dan beruntung saya memiliki ibu layaknya malaikat 🙂 alhamdulillah poin pelajaran yang dapat diambil adalah :

  1. Dalam kisah ini kita dapat mengamini sebuah pernyataan yang sering terdengar dari para senior aktivis dakwah untuk memotivasi dalam berdakwah (biasanya disebutkan ketika masa kaderisasi) “Sesungguhnya bukan dakwah yang membutuhkan kita tapi kitalah yang membutuhkan dakwah” dakwah dapat menjadi sarana kita dalam merefleksikan diri agar dapat memperbaiki diri terus menerus dan akhirnya manfaat akan terasa bagi diri sendiri, agar terus istiqomah melaksanakan kebaikan dan menyampaikannya hingga khusnul khotimah amin.
  2. Sampaikanlah walau satu ayaat, jangan menunggu untuk menjadi baik dalam menyampaikan kebaikan. Banyak orang yang merasa tidak pantas dalam menyampaikan kebaikan karena belum bisa melaksanakannya, padahal dalam proses menyampaikan tersebut dapat menjadi tantangan bagi diri untuk terus melakukan perbaikan.
  3. Iman dapat bertambah bukan dengan ibadah yang ditujukan bagi diri sendiri saja, habluminallah harus di seimbangkan dengan habluminannas.
  4. Tulus dalam menyampaikan dan mendakwahi untuk menyebarkan ajaran agama islam, tidak semua orang merasakan apa yang kita rasakan. Jikalau kita menjadi orang yang diberi karunia oleh Allah untuk merasakan manisnya iman dan indahnya berada di jalan islam, maka jadilah jalan bagi orang lain agar dapat merasakan hal yang sama.

wallahu a’alam semoga bermanfaat.Image